SEJARAH ISLAM DI INDONESIA
Muhamad ROVIQ AZZAQI
Hasil gambar untuk sejarah islam indonesia
Sejarah Islam Indonesia
A. Jalur Penyebaran Agama Islam
Arab Damaskus Baghdad Gujarat Srilangka Indonesia.
1. Jalur Utara
2. Jalur Selatan
Arab ke Yaman (Hadralmaut)ke
Srilangka ke Indonesia.
mula-mula daerah masuk Islam pertama kali adalah Samudra
Pasai (Aceh Utara) dan
Pantai Barat Pulau Sumatra yang selanjutnya menyebar ke
berbagai daerah, yaitu :
1. Pariaman di
Sumatra Barat, pembawanya adalah Syekh Burhanuddin seorang melayu.
2. Gresik dan
Tuban, pembawanya adalah Maulana Malik Ibrahim pedagang bangsa Hadralmaut.
3. Demak,
pembawanya adalah Raden Fattah dan pendirinya adalah para walisongo.
4. Cirebon,
penyebar dan pendirinya adalah Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
5. Palembang,
penyebarnya adalah Raden Rahmat.
6. Banjar,
pembawanya adalah mubaligh dari Johor Malaysia.
7. Makassar,
pembawanya adalah Datuk Ri Bandang.
8. Ternate,
Tidore, Bacan, dan Jailolo di Maluku Utara. Penyebarnya adalah Syekh Mansur
dari Arab dan Maulana Husein dari Gresik.
9. Sorong di Irian
Jaya, penyebarnya adalah mubaligh-mubaligh dari daerah-daerah yang telah masuk
Islam.
B. Beberapa Teori Masuknya Islam ke Indonesia
Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung
secara revolusioner, cepat, dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun, dan
sangat beragam. Menurut para sejarawan, teoriteori tentang kedatangan Islam ke
Indonesia dapat dibagi menjadi:
1. Teori Mekah
Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke
Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada
abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan teori ini
adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama sekaligus
sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat
orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN)
di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan
bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab.
Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah
sumber local Indonesia dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal kedatangan
orang Arab tidak dilandasi oleh nilainilai ekonomi, melainkan didorong oleh
motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur
perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh
masehi.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap
Teori Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga terhadap
prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan Islam di
Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya yang sangat sistematik
untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan rohani yang
mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama ISLAM DI
INDONESIAdalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang ISLAM DI
INDONESIAmendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari
hanya sekadar perdagangan.
Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang
diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum
pengembara) yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi
biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan
kumpulan atau perguruan tarekat.
b. Teori Gujarat
Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini
terletak di India bagain barat, berdekaran dengan Laut Arab. Tokoh yang
menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana
pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden
pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei telah bermukim
di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke 7 Masehi), namun yang
menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab
langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke
dunia timur, termasuk Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini
dan disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje. Menurutnya,
Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India.
Orangorang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia
dibanding dengan pedagang Arab. Dalam pandangan Hurgronje, kedatangan orang
Arab terjadi pada masa berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan
adalah keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di
di depan namanya.
Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta
(1912) yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang
wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu
nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di
Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di
Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut
diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang
Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah
kesamaan mahzab Syafei yang di anut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia
c. Teori Persia
Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari
teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam
memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan analisisnya pada
kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan
Indonesia. Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau
Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi
Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera
Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari bahasa Arab yang ditranslasi
melalui bahasa Parsi.
Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan,
misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran sufi
Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh penguasa
setempat karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhidan Islam
(murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan sosial. Alasan lain yang
dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni
kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal di
Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia menganut mahzab
Syafei, sama seperti kebanyak muslim di Iran.
d. Teori Cina
Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia (khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah
berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di
Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok telah berbaur
dengan penduduk Indonesia—terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran Islam
telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di mana agama ini baru berkembang.
Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut
kronik masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam
pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam. Teori
Cina ini bila dilihat dari beberapa sumber luar negeri (kronik) maupun lokal
(babad dan hikayat), dapat diterima.
Bahkan menurut sejumlah sumber lokat tersebut ditulis bahwa
raja Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan
keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina bagian selatan
(sekarang termasuk Vietnam). Berdasarkan Sajarah Banten dan Hikayat Hasanuddin,
nama dan gelar raja-raja Demak beserta leluhurnya ditulis dengan menggunakan
istilah Cina, seperti “Cek Ko Po”, “Jin Bun”, “Cek Ban Cun”, “Cun Ceh”, serta
“Cu-cu”. Nama-nama seperti “Munggul” dan “Moechoel” ditafsirkan merupakan kata
lain dari Mongol, sebuah wilayah di utara Cina yang berbatasan dengan Rusia.
Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai
arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat,
terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan penting sepanjang pada abad ke-15 seperti
Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertama-tama oleh para
pelaut dan pedagang Cina.
Semua teori di atas masing-masing memiliki kelemahan dan
kelebihan tersendiri. Tidak ada kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam
masing-masing teori tersebut. Meminjam istilah Azyumardi Azra, sesungguhnya
kedatangan Islam ke Indonesia datang dalam kompleksitas; artinya tidak berasal
dari satu tempat, peran kelompok tunggal, dan tidak dalam waktu yang bersamaan.
C. Metode-Metode
Masuknya Islam Di Indonesia
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya islam
masuk di Indonesia dibawa oleh pedagang asing yang singgah di Indonesia
sehingga bisa disimpulkan masuknya ISLAM DI INDONESIAdilakukan dengan cara
damai atau tanpa ada penumpahan darah.
Menurut uka tjandrasasmita[4] masuknya ISLAM DI
INDONESIAdilakukan enam saluran yaitu:
1. Saluran perdagangan
Masuknya pedagang-pedagang asing dikepulauan Indonesia
seperti arab. Cina, Persia dan India merupakan awal mula masuknya ISLAM DI
INDONESIAyaitu bermula dari bermukimnya para pedagang asing di pesisir jawa
yang penduduknya masih kafir. Hingga akhirnya mereka mampu mendirikan
masjid-masjid dan pemukiman-pemukiman muslim.
2. Saluran perkawinan
Dilihat dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki
status sosial lebih baik dari pada pribumi Indonesia sendiri, sehingga tidak
sedikit penduduk pribumi yang tertarik denan para pedagang muslim tersebut
khususnya putri-putri raja dan bangsawan. Proses islamisasi ini dilakukan sebem
adanya pernikahan yang kemudian dilanjutkan dengan proses pernikahan sampai
pada akhirnya mereka mempunyai keturunan dan mampu membuat daerah-daerah atau
bahkan kerajaan-kerajaan islam.
Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi
antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan adipati, karena
bangsawan, raja, dan adipati dapat mempercepat proses masuknya islam di
Indonesia.
Demikianlah yang terjadi antara raden rahmat atau sunan
ampel dengan nyai manila. Sunan gunung jati dengan putrid kaunganten. Brawijaya
dengan putri campa yang menurunkan raden fatah ( raja pertama demak ).
3. Saluran tasawuf
Pengajar-pengajar tasawauf atau para sufi, mengajarkan
teosofi yangb bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia. Mereka mempunyai kemampuan dan kekuatan-kekuatan menyembuhkan.
Diantara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat . dengan
ilmu tasawufnya mereka mengajarkan islam kepada pribumi yang mempunyai
persamaan dengan alam pikiran mereka yangb se4belumnya menganut agama hindu,
sehingga agama baru itu mudah dimenerti dan di terima. Diantara ahli-ahli
tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran
Indonesia pra islam itu adalah Hamzah Fansuri di aceh, syeh lemah abang, dan
sunan panggung di jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di Indonesia
di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren
maupun pondok yang diselenggaakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan
ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dam kiai
mendapat pendidikan agama. Setelah kelua dari pesantren, mereka pulang ke
kampung masing-masing kemudian mereka berdakwah ketempat tertentu mengajarkan
islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh raden rahmat di Ampel Denta
Surabaya dan sunan giri di giri. Keluaran pesantren giri ini banyak yang di
undang ke maluku untuk mengajarkan agama islam.
5. Saluran kesenian
Saluran islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal
adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, sunan kalijaga adalah tokoh yang paling
mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi
ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat.
Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita mahabarata dan Ramayana,
tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan islam.
Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat islamisasi, seperti sastra (
hikayat, babad, dan sebagainya ), seni bangunan dan seni ukir.
6. Saluran politik
Di maluku dan sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk
islam setelah rajanya memeluk islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja
sangat membantu tersebarnya islam didaerah ini. Di samping itu, baik di
sumatera dan jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik,
kerajaan-kerajaan islam memerangi kerajaan-kerajaan non-islam. Kemenangan
kerajaan islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan islam itu
masuk islam.
D. Faktor Pendukung
Islam Cepat Berkembang di Indonesia
Beberapa hal menyebabkan agama Islam terus berkembang pesat
di Indonesia diantaranya sebagai berikut:
1. Adanya
perkawinan antara pedagang Arab, Persia, dan Gujarat dengan penduduk Indonesia.
2. Adanya sistem
pendidikan pondok pesantren.
3. Gigihnya para
da'i atau mubaligh dalam menyebarluaskan Islam
4. Metode
penyampaiannya mengena dihati masyarakat, sebab disesuikan dengan latar
belakang kebudayaan yang dimiliki, misalnya:
a. Wayang kulit
b. seni bangunan,
dan
c. seni
karawitan/seni gamelan
Ajaran sederhana, mudah dimengeri dan diterima. Syarat
memeluk Islam mudah, yaitu dengan mengucapkan Kalimat Syahadat. Didalam agama
Islam tidak mengenal sistem kasta. Upacara keagamaan cukup sederhana, tidak
memerlukan banyak biaya. Seiring surutnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit
memungkinkan tersebarnya agama Islam.
E. Corak dan Perkembangan Islam di Indonesia
1. Masa
Kesulthanan
Untuk melihat lebih jelas gambaran keislaman di kesultanan
atau kerajaan-kerajaan Islam akan di uraikan sebagai berikut.
Di daerah-daerah yang sedikit sekali di sentuh oleh
kebudayaan Hindu-Budha seperti daerah-daerah Aceh dan Minangkabau di Sumatera
dan Banten di Jawa, Agama Islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama,
sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut
agama Islam itu telah menunjukkan di dalam bentuk yang lebih murni.
Di kerajaan Banjar, dengan masuk Islamnya raja, perkembangan
Islam selanjutnya tidak begitu sulit karena raja menunjangnya dengan fasilitas
dan kemudahan-kemudahan lainnya dan hasilnya mebawa kepada kehidupan masyarakat
Banjar yang benar-benar bersendikan Islam. Secara konkrit, kehidupan keagamaan
di kerajaan banjar ini diwujudkan dengan adanya mufti dan qadhi atas jasa
Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang fiqih dan tasawuf. Di
kerajaan ini, telah berhasil pengodifikasian hukum-hukum yang sepenuhnya berorientasi
pada hukum islam yang dinamakan Undang-Undang Sultan Adam. Dalam Undang-Undang
ini timbul kesan bahwa kedudukan mufti mirip dengan Mahkamah Agung sekarang
yang bertugas mengontrol dan kalau perlu berfungsi sebagai lembaga untuk naik
banding dari mahkamah biasa.Tercatat dalam sejarah Banjar, di berlakukannya hukum bunuh bagi orang murtad,
hukum potong tangan untuk pencuri dan
mendera bagi yang kedapatan berbuat zina.
Pada akhirnya kedudukan Sultan di Banjar bukan hanya
pemegang kekuasaan dalam kerajaan, tetapi lebih jauh diakui sebagai Ulul amri
kaum Muslimin di seluruh kerajaan itu. Untuk memacu penyabaran agama Islam,
didirikan sebuah organisasi yang Bayangkare Islah (pengawal usaha kebaikan).
Itulah organisasi pertama yang menjalankan program secara sistematis sebagai
berikut:
a. Pulau Jawa
dan Madura dibagi menjadi beberapa wilayah kerja para wali.
b. Guna memadu
penyebaran agama Islam, hendaklah di usahakan agar Islam dan tradisi Jawa
didamaikan satu dengan yang lainnya.
c. Hendaklah
di bangun sebuah mesjid yang menjadi pusat pendidikan Islam.
Dengan kelonggaran-kelonggaran tersebut, tergeraklah
petinggi dan penguasa kerajaan untuk memeluk agama Islam. Bila penguasa memeluk
agama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah kerajaannya, rakyat pun
akan masuk agama tersebut dan akan melaksanakan ajarannya. Begitu pula dengan
kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaannya. Ini seperti
ketika di pimpin oleh Sultan Agung. Ketika Sultan Agung masuk Islam,
kerajaan-kerajaan yang ada di bawah kekuasaan Mataram ikut pula masuk Islam
seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan lain sebagainya. Lalu Sultan Agung
menyesuaikan seluruh tata laksana kerajaan dengan istilah-istilah keislaman,
meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan arti sebenarnya.
2. Masa
Penjajahan
Ditengah-tengah proses transformasi sosial yang relative
damai itu, datanglah pedagang-pedagang Barat, yaitu portugis, kemudian spanyol,
di susul Belanda dan Inggris. Tujuannya adalah menaklukkan kerajaan-kerajaan
Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan Nusantara ini.
Pada mulanya mereka datang ke Indonesia hanya untuk
menjalinkan hubungan dagang karena Indonesia kaya akan rempah-rempah, tetapi
kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut dan menjadi tuan bagi
bangsa Indonesia.
Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi
menjadi penasehat urusan pribumi dan Arab, pemerintah Hindia-Belanda lebih
berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah ISLAM DI INDONESIAkarena Snouck
mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di Negeri Arab, Jawa dan Aceh.
Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal dengan politik Islam di
Indonesia. Dengan politik itu ia membagi masalah Islam dalam tiga kategori,
yaitu:
a. Bidang agama
murni atau ibadah;
b. Bidang sosial
kemasyarakatan; dan
c. Politik.
Terhadap bidang agama murni, pemerintah colonial memberikan
kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya sepanjang
tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memamfaatkan adat
kebiasaan yang berlaku sehingga pada waktu itu dicetuskanlah teori untuk
membatasi keberlakuan hukum Islam, yakni teori reseptie yang maksudnya hukum
Islam baru bisa diberlakukan apabila
tidak bertentangan dengan alat kebiasaan. Oleh karena itu, terjadi kemandekan
hukum Islam.
Sedangkan dalam bidang politik, pemerintah melarang keras
orang Islam membahas hukum Islam baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang
menerangkan tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan.
3. Gerakan dan
organisasi Islam
Akibat dari “resep
politik Islam”-nya Snouck Hurgronye itu, menjelang permulaan abad xx umat Islam
Indonesia yang jumlahnya semakin bertambah menghadapi tiga tayangan dari
pemerintah Hindia Belanda, yaitu: politik devide etimpera, politik penindasan
dengan kekerasan dan politik menjinakan melalui asosiasi.
Untuk sementara pihak pemerintah colonial berhasil mencapai
sasarannya, yakni beberapa golongan Islam dapat di pecah-belah, perlawanan
dapat dipatahkan dengan kekerasan senjata, sebagian besar golongan Islam yang
di pedalaman dapat terus diisolasi dalam alam ketakhayulan dan kemusyrikan, dan
sebagian lagi memasuki aparatur kepegawaian colonial rendahan.
Namun, ajaran Islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk
dapat dijinakkan begitu saja. Dengan pengalaman tersebut, orang Islam bangkit
dengan menggunakan taktik baru, bukan dengan perlawanan fisik tetapi dengan
membangun organisasi. Oleh karena itu, masa terakhir kekuasaan Belanda di
Indonesiadi tandai dengan tumbuhnya kesadaran berpolitik bagi bangsa Indonesia,
sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi, dampak dari pendidikan
Barat, serta gagasan-gagasan aliran pembaruan Islam di Mesir.
Akibat dari situasi ini, timbullah perkumpulan-perkumpulan
politik baru dan muncullah pemikir-pemikir politik yang sadar diri. Karena
persatuan dalam syarikat Islam itu berdasarkan ideologi Islam, yakni hanya
orang Indonesia yang beragama Islamlah yang dapat di terima dalam organisasi
tersebut, para pejabat dan pemerintahan
(pangreh praja) ditolak dari keanggotaan itu.
Persaingan antara partai-partai politik itu mengakibatkan
putusnya hubungan antara pemimpin Islam, yaitu santri dan para pengikut tradisi
Jawa dan abangan. Di kalangan santri sendiri, dengan lahirnya gerakan pembaruan
Islam dari Mesir yang mengompromikan rasionalisme Barat dengan fundamentalisme
Islam, telah menimbulkan perpecahan sehingga sejak itu dikalangan kaum muslimin
terdapat dua kubu: para cendekiawan Muslimin berpendidikan Barat, dan para
kiayi serta Ulama tradisional.
Selama pendudukan jepang, pihak Jepang rupanya lebih memihak
kepada kaum muslimin dari pada golongan nasionalis karena mereka berusaha
menggunakan agama untuk tujuan perang mereka. Oelh karena itu, ada tiga
prantara politik berikut ini yang merupakan hasil bentukan pemerintah Jepang
yang menguntungkan kaum muslimin.
1. Shumubu, yaitu
Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda.
2. Masyumi, yakni
singkatan dari Majelis Syura Muslimin Indonesia menggantikan MIAI yang
dibubarkan pada bulan oktober 1943.
3. Hizbullah,
(Partai Allah dan Angkatan Allah), semacam organisasi militer untuk
pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin.[1][4]
F. Tersiarnya Islam
di Indonesia
Sebelum Islam masuk ke Indonesia, agama Hindu dan Budha telah berkembang luas di nusantara ini,
disamping banyak yang masih menganut animism dan dinamisme, kedua agama itu
kian lama kian pudar cahayanya dan akhirnya kedudukannya sepenuhnya diganti
oleh agama Islam yang kemudian menjadi anutan 85 hingga 95% rakyat Indonesia.
Sebab-sebab sangat pesat dan cepat tersiarnya ISLAM DI INDONESIAantara lain
sebagai berikut:
1. Terutama
sekali faktor agama Islam (aqidah, syariah dan akhlak islam) sendiri yang lebih
banyak “berbicara” kepada segenap lapisan masyarakat Indonesia.
2. Faktor para
mujtahid dakwah yang banyak terdiri atas para saudagar yang taraf kebudayaannya
sudah tinggi, yang telah berhasil membawakan Islam dan segala kebijaksanaan
kemahiran dan keterampilan
3. Ajaran Islam
tentang dakwah untuk menyampaikan ajaran Allah walaupun sekedar satu ayat
kepada segenap manusia di seluruh pelosok bumi telah menjadikan segenap kaum
muslimin menjadi umat dakwah.
4. Baik agama
Hindu maupun Budha pada umumnya dipeluk oleh orang-orang keraton yang pada saat
mulai tersebarnya Islam antara raja yang satu dengan yang lainnya terlibat
dalam perselisihan.
5. Pernikahan
antara para penyebar Islam dan orang-orang yang baru di islamkan melahirkan
generasi pelanjut yang menganut dan menyebarkan Islam by:.M.Roviq Azzaqi
G. Pengaruh Islam
terhadap Peradaban Bangsa Indonesia
1. Peradaban dan
Agama Masyarakat Indonesia Sebelum Kedatangan Islam
Secara geografis, wialayah Indonesia termasuk ke dalam
kawasan Asia Tenggara. Masyarakat di wilayah ini telah memiliki peradaban yang
tinggi sebelum kedatangn Islam. Hal itu disebabkan karena wilayah Asia Tenggara
merupakan Negara-negara yang memiliki kesamaan budaya dan agama.
Bangsa Indonesia dalam sejarahnya telah mengenal tulisan
yang diajarkan oleh para penyebar agama Hindu dan Budha.pengaruh ini telah
berlangsung cukup lama, mungkin sejak abad ke-6 atau ke-7 M sampai abad ke-14
dan ke-15 M. pengaruh Hinduisme dan Budhisme membawa perubahan besar, terutama
dalam sistem pemerintahan.
Bukti dari pengaruh agama Hindu dan Budha bagi masyarakat
Indonesia dapat dilihat dari banyaknya bangunan-bangunan suci untuk
peribadatan, seperti candi-candi, ukiran, dan sebagainya. Semua bangunan itu
merupakan perpaduan antara seni bangunan zaman megalithicum, seperti punden
berundak-undak.ukiran dan relief yang terdapat di dalamnya menggambarkan
kreatifitas bangsa Indonesia.
2. Pengaruh Islam
terhadap Peradaban Bangsa Indonesia dan Perkembangannya
Islam sebagai agama baru yang dianut sebagian masyarakat
Indonesia, telah banyak memainkan peranan penting dalam berbagai kehidupan
sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Peranan itu dapat dilihat dari
perkembangan Islam dan pengaruhnya di masyarakat Indonesia sangat luas,
sehingga agak sulit untuk memisahkan antara kebudyaan local dengan kebudayaan
Islam.
Masuknya kebudayaan Islam dalam kebudayaan nasional,
meliputi bahasa, nama, adat istiadat dan kesenian.
a. Pengaruh
Bahasa dan Nama
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional banyak terpengaruh
dari bahasa Arab. Bahasa ini sudah begitu menyatu dalam lidah bangsa Indonesia.
Tidak hanya dalam bahasa komunikasi sehari-hari, bahakan dipergunakan pula
dalam bahasa surat kabar, dan sebagainya.
Pengaruh Islam dalam bidang nama, sungguh banyak sekali.
Banyak tokoh dan bukan tokoh masyarakat menggunakan nama berdasarkanpada bahasa
Arab,yang merupakan bahasa simbol pemersatu Islam. Semua itu bukti adanya
pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.
b. Pengaruh Adat
Istiadat
Adat istiadat yang ada dan berkembang di Indonesia banyak
dipengaruhi oleh peradaban Islam. Diantara pengaruh itu adalah ucapan salam
kepada setiap muslim yang dijumpai, atau penggunaannya dalam acara-acara resmi
pemerintahan.
Pengaruh lainnya adalah berupa ucapan-ucapan kalimat penting
dalam do’a. yang merupakan pengaruh dari tradisi Islam yang lestari.
c. Pengaruh
Dalam Kesenian dan Bangunan Ibadah
Pengaruh kesenian yang paling menonjol dalam hal ini
terlihat dalam irama qasidah dan lagu-lagu yang bernafaskan ajaran Islam. Syair
pujian yang mengagungkan nama-nama Allah yang sering diucapkan oleh umat Islam,
merupakan bukti pengaruh ajaran Islam terhadap kehidupan beragama masyarakat
Islam Indonesia.
Begitu pula pengaruh dalam bidang bangunan peribadatan.
Banyak bangunan mesjid yang ada di Indonesia, terpengaruh dari bangunan mesjid
yang ada di Negara-negara Islam, baik yang ada di Timur Tengah ataupun di
tempat-tempat lainnya di dunia Islam.
d. Pengaruh Dalam
Bidang Politik
Ketika kerajaan-kerajaan Islam mengalami masa kejayaannya,
banyak sekali undur politik Islam yang berpengaruh dalam system politik
pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam tersebut. Misalnya tentang konsep khalifatullah
fil ardi dan dzilullah fil ardi. Kedua konsep ini diterapkan pada masa
pemerintahan kerajaan Islam Aceh Darussalam dan kerajaan Islam Mataram.
Kebanyakan penduduk negara kita beragama Islam. Para ahli
berpendapat bahwa agama Islam mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M. Agama
dan kebudayaan Islam masuk Indonesia melalui para pedagang yang berasal dari
Arab, Persia, dan Gujarat (India), dan Cina. Agama Islam berkembang dengan
pesat di tanah air. Hal ini dapat dilihat dengan berdirinya kerajaan-kerajaan
Islam dan peninggalan-peninggalan sejarah Islam di Indonesia. Agama dan
kebudayaan Islam mewariskan banyak sekali peninggalan sejarah.
Peninggalan-peninggalan sejarah bercorak Islam antara lain masjid, kaligrafi,
karya sastra, dan tradisi keagamaan. Berikut ini akan dibahas satu per satu
peninggalan sejarah Islam di Indonesia.
H. Hikmah Sejarah
Perkembangan Islam di Indonesia
Setelah memahami bahwa perkembangan ISLAM DI
INDONESIAmemiliki warna atau ciri yang khas dan memiliki karakter tersendiri dalam
penyebarannya, kita dapat mengambil hikmah, diantaranya sebagai berikut:
1. Islam membawa ajaran yang berisi kedamaian.
2. Penyebar ajaran ISLAM DI INDONESIAadalah pribadi yang
memiliki ketangguhan dan pekerja keras.
3. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan
lokal meskupin Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh
bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.
PENUTUP
KESIMPULAN
Ada beberapa pendapat mengenai masuknya islam ke
Indonesia. Teori yang dapat dijadikan
sebagai acuan juga tidak hanya satu. Jadi memang datangnya agama islam ke
Indonesia belum diketahui secara pasti, ini dikarenakan kejadiannya telah
berlangsung sejak dahulu. Sehingga orang pada masa kini hanya bisa
menerka-nerkan prosesnya. Namun
bersamaan dengan itikad itu, kita juga dapat memperoleh pelajaran
mengenai masuknya islam ke Indonesia sehingga bisa menambah wawasan dan
memperkokoh iman islam kita.
Saran
Kami berharap, dengan adanya makalah ini pembaca akan mampu
mengetahui tentang proses masuknya agama ISLAM DI INDONESIAserta mampu untuk
menjelaskan proses masuknya islam ke Indonesia. Muhammad ROVIQ AZZAQI